Pada abad ke-19 baru dilakukan pengukuran jarak bintang dengan cara
Paralaks Trigonometri. Cara ini dapat kita pahami dengan konsep berikut;
Akibat pergerakan Bumi mengelilingi Matahari, bintang terlihat
seolah-olah bergerak dalam lintasan elips yg disebut elips paralaktik.
Sudut yg dibentuk antara Bumi-bintang-Matahari (p) disebut paralaks
bintang. Makin jauh jarak bintang dengan Bumi maka makin kecil pula
paralaksnya. Dengan mengetahui besar paralaks bintang tersebut, kita
dapat menentukan jarak bintang dari hubungan:
tan p = R/d
R adalah jarak Bumi ke Matahari, dan d adalah jarak Matahari ke
bintang. Kerena sudut theta sangat kecil persamaan di atas dapat ditulis
menjadi
theta = R/d
pada persamaan di atas p dalam radian. Sebagian besar sudut p yg
diperoleh dari pengamatan dalam satuan detik busur (lambang detik busur =
{“}) (1 derajat = 3600″, 1 radian = 206265″). Oleh karena itu bila p
dalam detik busur, maka
p = 206265 (R/d)
Bila kita definisikan jarak dalam satuan astronomi (SA) (1 SA = 150 juta km), maka
p = 206265/d
Dalam astronomi, satuan jarak untuk bintang biasanya digunakan satuan
parsec (pc) yg didefinisi sebagai jarak bintang yg paralaksnya satu
detik busur. Dengan begini, kita dapatkan
1 pc = 206265 SA = 3,086 x 10^18 cm = 3,26 tahun cahaya
p = 1/d –> p dlm detik busur, dan d dlm parsec.
Dari pengamatan diperoleh bintang yg memiliki paralaks terbesar
adalah bintang Proxima Centauri yaitu sebesar 0″,76. Dengan menggunakan
persamaan di atas maka jarak bintang ini dari Matahari (yg berarti jarak
bintang dengan Bumi) adalah 1,3 pc = 4,01 x 10^13 km = 4,2 tahun cahaya
(yang berarti cahaya yang dipancarkan oleh bintang ini membutuhkan
waktu 4,2 tahun untuk sampai ke Bumi). Sebarapa jauhkah jarak tersebut??
Bila kita kecilkan jarak Bumi ke Matahari (150 juta km) menjadi 1
meter, maka jarak Matahari ke Proxima Centauri menjadi 260 km!!! Karena
sebab inilah bintang hanya terlihat sebagai titik cahaya walau
menggunakan teleskop terbesar di observatorium Bosscha.
Sebenarnya ada beberapa cara lain untuk mengukur jarak bintang,
seperti paralaks fotometri yg menggunakan kuat cahaya sebenarnya dari
bintang. Kemudian cara paralaks trigonometri ini hanya bisa digunakan
untuk bintang hingga jarak 200 pc saja. Untuk bintang2 yg lebih jauh,
jaraknya dapat ditentukan dengan mengukur kecepatan bintang tersebut.
Untuk menentukan jarak planet dari Matahari, ada sebuah metode
sederhana yang dikenal dengan hukum Titius – Bode. Metode ini ditemukan
oleh seorang astronom Jerman yang bernama Johann Daniel Titius pada
tahun 1766 dan diperkenalkan oleh rekannya pada tahun 1772, yaitu Johann
Elert Bode. Tuliskan sebuah deret 0,3,6,12,24, dan seterusnya, kemudian
tambahkan setiap bilangan dengan 4. Hasilnya bagikan dengan 10. Secara
matematis, hokum Titius – Bode ini dapat kita tuliskan dengan persamaan
sebagai berikut,
r = (n+4)/10 ; n = 0,3,6,12,24, dengan n = deret bilangan r = jarak planet dari Matahari dalam satuan AU
Jika kita perhatikan, 7 angka pertama dari deret Titius – Bode , akan
menghasilkan nilai yang hampir mendekati (0,4; 0,7; 1,0; 1,6; 2,8; 5,2;
10,0) dengan nilai sesungguhnya jarak Planet Merkurius, Venus, Bumi,
Mars, Jupiter, dan Saturnus dari Matahari (0,39; 0,72; 1,0; 1,52; 5,20;
9,54). Pada nilai 2,8, dikemudian hari, para astronom menemukan sabuk
asteroid yang jarak sebenarnya adalah antara 2,2 sampai 3,3 AU dari
Matahari.
Metode yang lebih sederhana selain dengan perhitungan kepler adalah
dengan gelombang radio (radar). Permukaan padat apa saja bisa
memantulkan gelombang radio, jadi tidak perlu pasang cermin segala.
jarak bulan s = c/2t, dengan c cepat rambat gelombang EM, dan t waktu tempuh gelombang pulang balik.
Seperti mengukur kedalaman laut dengan sonar kapal. Laser dipancarkan
dari bumi ke bulan, lalu pantulan dari reflektor (yang udah dipasang di
bulan) diterima kembali dari bumi. Jeda waktu antara laser ditembakkan
dengan laser diterima kembali dibagi dua, trus dibagi dengan kecepatan
cahaya (300.000 km/s)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar